Pages

Wednesday, August 21, 2013

Materi Kewirausahaan Dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis

Materi Kewirausahaan Dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis - Selamat pagi sobat Shantycr7, wah uda lama nih aku ga ngpost tentang kewirausahaan, padahal materi dan makalah tentang kewirausahaan ini lumayan banyak loh aku buat, soalnya kan kemaren aku disuruh dosenku untuk ngetik materi kewirausahaan ini dari buku beliau, yah meskipun termasuk buku jaul sih, hehhe tapi isinya lumayan kok ga jadul-jadul amat lah ;)
 Nah, mari sama-sama kita bahas topik kewirausaan mengenai "Materi Kewirausahaan Dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis"

KEWIRAUSAHAAN DALAM LEMBAGA PELAYANAN BUKAN BISNIS
                                                   
Tujuan Khusus Pengajaran (TKP):
Setelah mempelajari materi  4 ini, mahasiswa mampu:
1.      Menjelaskan alsan pentingnya kewiraswastaan dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis
2.      Mengidentifikasi kendala-kendala kewiraswataan dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis.
3.      Menjelaskan kebijakan pengembangan kewiraswataan dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis.
Kegiatan:
Pelajari dengan seksama materi kewiraswastaan dalam lembaga pelayanan bukan bisnis yang disajikan di bawah ini.
1.      Pentingnya kewiraswastaan dalam lembaga pelayanan bukan bisnis
Lembaga   bukan bisnis atau disebut lembaga pelayanan masyarakat, seperti kantor pemerintah, serikat buruh, universitas, organisasi geraja, mesjid, sekolah rumah sakit, organisasi masyarakat dan sosial, asosiasi profesi, asosiasi perdagangan atau sejenisnya, perlu melakukan kewiraswastaan dan bersifat inovatif, sebagaimana halnya pada lembaga bisnis. Tidak disangsikan lagi, mereka mungkin lebih memerlukannya. Perubahan yang sangat cepat dala masyarakat kita sekarang ini, dalam bidang teknologi atau pun dalam bidang perekonomian, merupakan ancaman yang semakin besar terhadap lembaga tersebut namun juga merupakan peluang yang semakin besar pula.
Mengapa inovasi dalam lembaga pelayanan masyarakat sedemikian pentingnya? Kenapa tidak membiarkan saja lembaga pelayanan masyarakat yang ada menempuh cara mereka sendiri? Dan kenapa kita tidak mempercayakan saja inovasi yang kita perlukan dalam sektor pelayanan masyarakat kepada lembaga baru, yang biasa kita lakukan secara historis?
Jawabnya adalah bahwa lembaga pelayanan masyarakat sudah menjadi teramat penting di negara maju, dan juga sudah terlalu basar untuk diabaikan. Sektor pelayanan masyarakat, baik milik pemerintah  maupun non pemerintah tetapi bukan pencari laba, telah tumbuh  dengan pesat sepanjang abad ini dibandingkan dengan sektor usaha swasta mungkin tiga sampai lima kali lebh pesat. Pertumbuhan tersebut lebih pesat lagi terutama semenjak Perang Dunia II.
Sampai batas tertentu, pertumbuhan ini justru dianggap sudah berlebihan. Apabila suatu kegiatan pelayanan masyarakat dapat diubah menjadi perusahaan pembuat laba, kegiatan itu harus diubah demikian. Hal itu hanya berlaku untuk bidang pelayanan pemerintahan kota seperti yang terjadi di Lincon, Nebraska yang sekarang “diswastakan”.
Problema sentral ekonomi dalam masyarakat maju selama dua puluh atau tiga puluh tahun tidak bisa lain kecuali pembentukan modal (capital  formation). Barangkali hanya di Jepang persediaan modal masih mencukupi untuk kebutuhaan ekonomi.  Oleh karena itu,  kita akan menghadapi kesulitan untuk melakukan kegiatan yang menelan  modal bukannya membentuk modal, sekiranya kegiatan tersebut dapat diorganisasikan sebagai  kegiatan yang membentuk modal, sebagai kegiatan yang akan menghasilkan laba.
Namun  masih banyak sekali kegiatan yang dilaksanakan di dalam dan oleh lembaga pelayanan masyarakat, akan tetap merupakan kegiatan pelayanan masyarakat, dan tidak akan lenyap atau diubah. Konsekuensinya kegiatan tersebut harus dibuat menghasilkan dan produktif. Lembaga-lembaga pelayanan masyarakat mau tidak mau harus belajar menjadi inovator, belajar mengelola dirinya menurut cara wiraswasta. Untuk mencapai hal itu, lembaga pelayanan masyarakat harus belajar memandang gejolak sosial, tekonologi, ekonomi dan demografi sebagai peluang dalam suatu periode perubahan yang berlangsung serba cepat dalam semua bidang itu. Jika tidak demikian, maka semua ituakan berubah menjadi rintangan. Lembaga pelayanan masyarakat makin lama akan semakin tidak mampu untuk menunaikan misinya karena mereka mematuhi program dan proyek yang tidak akan dapat terlaksana dalam situasi lingkungan yang sudah berubah. Namun demikian mereka tidak akan bersedia melepaskan misi yang tidak dapat dilaksanakan itu lagi. Makin lama,mereka akan tampil sperti pangeran feodal zaman dahulu setelah mereka kehilangan semua fungsi sosial yang mereka miliki sekitar tahun 1300: hidup sebagai parasit,tidak bergunna tidak punya apa-apa lagi selain kekuasaan untuk menghalangi dan menghisap. Mereka lalu akan menjadi mau benar sendiri, sementara semaki kehilangan kekuasaan mereka. Sebenarnya hal itu sudah terjadi pada lembaga yang nyata-nyata dianggap paling kuat  di antara semuanya, serikat buruh. Namun demikian masyarakat dalam perubahan yang berlangsung dengan cepat yang menghadapi tantangan baru, tidak boleh tidak memerlukan lembaga pelayanan masyarakat.
Sekolah umum di Amerika Serikat merupak contoh dari peluang dan bahaya itu. Kecuali bila ia berdiri di barisan paling depan dalam inovasi, ia tidak akan mungkin dapat bertahan hidup dalam abad ini, kecuali barangkali senagai sekolah bagi kaum minoritas di daerah perkampungan melarat. Untuk pertama kali dalam sejarah Amerika Serikat menghadapi ancaman struktur kelas dalam bidang  pendidikan, dimana hampir semua golongan kecuali yang sangat miskin berada di luar sekolah-sekolah umum- sekurang-kurangnya di kota dan pinggiran kota dimana kebanyakan mereka itu bertempat tinggal. Dan ini secara jujur harus diakui sebagai kesalahan sekolah umum itu sendiri, sebab segala sesuatu yang diperlukan untukmengubah sekolah itu sebenarnya sudah diketahui.
Banyak lembaga pelayanan masyarakat lainnya juga menghadapi situasi yang sama. Pengetahuan sudah tersedia. Perlunya berinovasi sudah sangat jelas. Apa yang harus mereka lakukan sekarang adalah mempelajari bagaimana mengembangkan kewiraswastaan dan inovasi dalam sistem mereka sendiri. Jika tidak demikian, maka mereka akan segera digantikan oleh orang luar yang akan menciptakan lembaga pelayanan masyarakat wiraswasta yang mampu bersaing, dan dengan demikian membuat lembaga pelayanan masyarakat yang sudah ada menjadi barang usang.
Akhir abad ke -19 dan awal abad ke-20 ini adalah periode kreativitas dan inovasi yang maha dahsyat dalam bidang pelayanan masyarakat. Inovasi sosial yang telah berlangsung selama 75 tahun hingga tahun 1930-an, benar-benar merupakan inovasi yang sama menariknya, sama produktifnya dan sama pesatnya dengan inovasi bidang teknologi, jika tidak lebih dari itu. Tetapi dalam kurun waktu itu, inovasi mengambil bentuk penciptaan lembaga pelayanan masyarakat yang baru. Kebanyakan dari lembaga-lembaga yang kita miliki sekarang memiliki bentuk dan misi yang tidak lebih dari enam puluh atau tujuh puluh tahun usianya. Tetapi dua puluh atau tiga puluh tahun yang akan datang akan sangat jauh berbeda. Perlunya inovasi sosial mungkin akan jauhlebih besar, tetapi sebagian besar daripadanya harus merupakan inovasi sosial dalam lembaga  pelayanan masyarakat yang ada. Untuk mengembangkan manajemen wiraswasta dalam lembaga pelayanan masyarakat yang ada, mungkin akan merupakan  tugas politik yang teramat penting dari generasi sekarang ini.
Namun  demikian, lembaga pelayanan masyarakat merasa jauh lebih sulit untuk melakukan  inovasi dibandingkan dengan perusahaan yang paling “birokratis” sekalipun. Segala “yang ada” kelihatannya bahkan  lebih dari sekedar suatu hambatan. Yang jelas setiap lembaga pelayanan mempunyai keinginan untuk bertambah besar. Dengan tidak adanya kriteria laba, maka ukuran merupakan satu-satunya kriteria untuk menentukan keberhasilan sebuah lembaga dan pertumbuhan menjadi tujuan itu sendiri. Dan tentu  saja, selalu terdapat sedemikian banyak lagi yang masih harus dikerjakan. Tetapi menghentikan kegiatan yang sudah  bisa dikerjakan   melakukan  kegiatan yang sama sekali baru, kedua-duanya sama tabunya bagi lembaga pelayanan, tau setidak-tidaknya akan merupakan pekerjaan  yang amat menyakitkan hati.
Sebagian besar inovasi dalam lembaga pelayanan masyarakat, biasanya dipaksakan terhadap mereka, baik oleh orang luar ataupun oleh malapetaka. Universitas modern misalnya, didirikan oleh seseorang yang benar-benar orang luar yaitu seorang diplomat Rusia, Wilhem Von Humboldt. Ia mendirikan universitas Berlin pada tahun 1809 ketika universitas dan perang Napoleon. Enam puluh tahun kemudian, universitas modern Amerika tampil sebagai penerus, pada saat perguruan dan universitas tradisional sedang sekarat dan tidak mampu lagi menarik mahasiswa.
Demikian pula, inovasi pokok dalam bidang kemiliteran pada abad ke dua puluh ini, baik dalam struktur maupun dalam strategi, semuanya terjadi sebab akibat kegagalan yang memalukan dan kekalahan yang menyakitkan. Organisasi Angkatan Darat Amerika dan strateginya yang disusun oleh ahli hukum New York, Elihu Root,Menteri Peperangan dalam pemerintahan Teddy Roosevelt, menyusul kekalahan yang memalukan dalam perang Amerika-Spanyol, beberapa tahun setelah itu, reorganisasi Angkatan Darat Inggris dan penyusunan strateginya, oleh Menteri Peperangan Haldane, juga sorang sipil, menyusul  prestasi Inggris yang tidak kurang memalukan dalam perang Boer dan pemikiran kembali penyusunan strategi dan struktur Angkatan Darat Jerman menyusul kekalahannya dalam Perang Dunia I.
Dan dalam bidang pemerintah, pemikiran inovatif yang paling besar dalam sejarah politik yaitu Orde Baru Amerika (America’s New Deal) pada tahun 1933-1936, tercetus sebagai akibat depresi yang demikian hebatnya. Yang hampir-hampir melumpuhkan segenap struktur sosial bangsa Amerika.
Kekuatan yang merintangi kewiraswastaan dan inovasi dalam  lembaga itu sendiri merupakan bagian dalamnya dan tidak dapat dipisahkan dari padanya. Bukti paling tepat mengenai hal itu adalah pelayanan staf intern usaha bisnis yang pada hakikatnya tidak lain adalah”lembaga pelayanan masyarakat” yang ada dalam tubuh bisnis itu sendiri. Bagian itu biasanya dipimpin oleh orang yang berasal dari bagian operasi perusahaan dan telah membuktikan kemampuan mereka untuk berprestasi dalam pasar yang bersaing. Namun demikian pelayanan staf intern tidak pernah terkenal sebagai inovator. Mereka tidak bersedia melepaskan kegiatan yang biasa mereka lakukan. Tetapi begitu mereka sudah mantap, mereka hampir-hampir tidak pernah melakukan inovasi.

2.      Kendala-kendala pengembangan kewiraswataan dalam lembaga pelayanan bukan bisnis.
Berikut ini tiga sebab penting mengapa perusahaan yang ada, menampikan rintangan yang banyak sekali bagi inovasi dalam lembaga pelayanan bukan bisnis atau masyarakat, jika dibandingkan  pada lembaga bisnis umunya.
1)      Lembaga pelayanan bukan bisnis atau masyarakat bekerja atas dasar anggaran bukannya dibayar atas hasil yang diperolehnya. Ia dibayar untuk upayanya dan dengan dana yang diperoleh dari orang lain, baik para pembajak pajak, para dermawan dari organisasi bantuan sosial, atau pun dari departemen personalia atau staf pelayanan pemasaran yang bekerja untuk suatu perusahaan. Semakin banyak lembaga pelayanan masyarakat, lebih ditentukan keberhasilannya memperoleh anggaran yang lebih besar dan bukan pencapaian hasil.
2)      Lembaga pelayanan bukan bisnis atau masyarakat bergantung ada banyak sekali unsur. Dalam bisnis yang menjual produknya ke pasar, salah satu unsur saja, konsumen pada tingkat ekstremnya dapat mengesampingkan semua unsur lain. Suatu bisnis agar berhasil hanya memerkukan bagian yang sedikit saja dari sebuah pasar yang kecil. Setelah itu ia akan dapat memenuhi kebutuhan unsur lainnya, apakah itu pemegang saham, karyawan, masyarakat setempat dan sebagainya. Tetapi justru karena lembaga pelayanan masyarakat- termasuk  juga kegiatan staf dalam sebuah badan usaha bisnis- tidak mempunyai “hasil” yang membuatnya dibayar, maka setiap unsur tidk peduli bagaimana marjinalnya, pada hakikatnya mempunyai hak veto. Lembaga pelayanan masyarakat harus memuaskan semua orang tentu saja ia tidak boleh mengabaikan satu orang lain.
Pada saat lembaga pelayanan memulai suatu kegiatan, maka iamemerlukan sebuah konstitusi yang akan  menolak penghapusan program itu bahkan modifikasinya.un, sesuatu yang baru selalu menimbulakn kontroversi. Ini berarti bahwaia akan ditentang oleh konstitusi yang ada sebelum berhasil membentuk konstituensinya sendiri untuk mendukungnya.
3)      Lembaga pelayanan bukan bisnis atau masyarakat bagimanapun juga dibentuk untuk berbuat baik. Ini berarti bahwa mereka cenderung untuk melihat misi mereka sebagai suatu kemutlakan  moral daripada sebagai kegiatan ekonomi yang ditinjau atas laba-ruginya. Para ekonomis senantiasa mencari pengalokasian yang berbeda atas sumber daya yang sama untuk memperoleh hasil yang lebih tinggi dengan suatu kriteria tertentu. Para moralis selalu menuntut “berbuat baik” tanpa kriteria.
         Hal itu berarti bahwa lembaga pelayanan bukan bisnis atau masyarakat berusaha untuk melakukan maksimisasi bukannya optimasi. Tugas kita tidak akan habis-habisnya, kata pimpinan Crusade Against Hunger, selama masih ada seorang di permukaan bumi ini yang pergi tidur dalam keadaan perut kosong. Jika berani mengatakan, “tugas kami akan selesai jika sebagian besar anak yang dapat dicapai melalui jalur distribusi yang ada, sudah memperoleh cukup makan sehingga tidak terhalang pertumbuhannya”, maka orang itu akan ditendang dari jabatannya. Tetapi jika tujuannya adalah maksimisasi, bagimanapun juga pasti tidak  akan tercapai. Begitulah makin dekat seseorang pada sasarannya maka akan semaki banyak upaya yang diperlukan. Karena sekali optimisasi dapat tercapai (hasil optimum yang dapat dicapai dalam setiap upaya pada umumnya, tidak akan lebih dari 75-85 persen dari hasil maksimum yang secara teoritis dapat diharapkan), maka biaya tambahan yang diperlukan akan semakin meningkat secara eksponensial, sementara hasil yang diperoleh akan menurun secara eksponensial pula. Oleh karenanya semakin dekat suatu lembaga pelayananan masyarakat pada pencapaian sasarannya maka ia akan semakin frustasi dan lebih keras lagi ia mengerjakan pekerjaan yang sedang dilakukannya.

3.      Kebijakan pengembangan kewiraswastaan dalam lembaga bukan pelayanan.
Untuk mengembangkan kewiraswastaan dalam lembaga bukan bisnis atau masyarakat beberapa kebijakan diperlukan seperti berikut ini:
1.     Lembaga pelayanan bukan bisnis atau masyarakat harus didefenisikan dengan tegas. Apa yang menjadi tujuannya? Apa alasan eksistensinya? Lembaga pelayanan masyarakat harus diarahkan pada sasaran bukannya pada program dan proyek. Program dan proyek harus selalu dianggap sebagai kegiatan sementara dan nyatanya memenag mereka ini berusia pendek.
2.      Lembaga pelayanan masyarakat memerlukan pernyataan yang realistis mengenai tujuan –tujuan yang akan dicapainya. Ia harus menyatakan “tugas kita adalah mengurangi bahaya kelaparan”, daripada mengatakan “tugas kita adalah melenyapkan bahaya kelaparan”. Lembaga pelayanan masyarakat memerlukan sesuatu yang dapat dicapai dengan murni dan oleh karena itu harus ada sebuah komitmen terhadap sasaran yang masuk akal, sehingga pada akhirnya ia dapat mengatakan dengan lega, “Tugas kita sudah selesai”.
Sudah pasti ada sasaran yang tidak pernah dapat dicapai. Untuk melaksanakan keadilan dalam suatu masyarakat manusia misalnya jelas merupakan tugas yang tidak akan pernah habis-habisnya yang tidak akan pernah benar-benar selesai, bahkan menurut standar yang paling sederhana sekalipun. Tetapi kebanyakan sasaran dapat dan harus dinyatakan secara optimal, bukannya maksimal. Sesudah itu barulah mungkin untuk mengatakan : “Kita telah mendapatkan apa yang kita coba dapatkan”.

3.      Kegagalan untuk mencapai tujuan , haruslah dipandang sebagai petunjuk bahwa tujuan tersebut mungkin salah atau setidak- tidaknya salah defenisinya. Maka asumsinya adalah bahwa tujuan harus lebih bersifat ekonomis daripada moral. Jika suatu tujuan tidak dapat dicapai sebuah percobaan berulang-ulang maka orang harus berasumsi bahwa tujuan itu salah. Dan tidak dapat dibenarkan menganggap kegagalan sebagai alasan yang tepat untuk mencoba sekali lagi dan seterusnya. Oleh karena itu kegagalan seyogianya dijadikan alasan yang paling tidak masuk akal( Crime Facia) untuk menyangsikan kesalahan sasaran tersebut- berlawanan sekali  keyakinan dari lembaga pelayanan  masyarakat pada umumnya.
4.      Akhirnya, lembaga pelayanan masyarakat perlu mengembangkan pencarian yang konstan atas peluang inovatif di dalam kebijakan dan prakteknya. Setiap lembaga pelayanan masyarakat harus mampu meluhat perubahan sebagai suatu peluuang dan bukan sebagai suatu ancaman.
Lembaga pelayanan masyarakat yang berinovasi seperti disebutkan  dalam halaman terdahulu berhasil karena menerapkan aturan dasar ini.
Dalam beberapa tahun setelah Perang Dunia II, Gereja Katolik Romawi  di Amerika Serikat untuk pertama kali dihadapkan dengan masalah munculnya dengan pesat orang Katolik awam yang berpendidikan tinggi. Sebagian besar keuskupan Katolik dan sudah barang tentu juga sebagian besar lembaga Gereja Katolik Romawi merasakan hal itu sebagai ancaman atau setidak-tidaknya sebagai suatu masalah baru. Dengan munculnya orang Katolik awam yang berpendidikan itu maka penerimaan uskup dan pendeta tidak dapat lagi dipastikan seperti yang sudah-sudah. Namun, tidak ada tempat bagi orang Katolik awam ini dalam struktur dan pemerintahan Gereja. Demikian pula, semua keuskupan  Katolik Roma di Amerika Serikat semenjak sekitar tahun 1965 atau 1970 menghadapi penurunan tajam dalam jumlah orang-orang muda untuk menjadi pendeta- dan mereka merasakan hal ini sebagai suatu ancaman. Hanya ada sebuah keuskupan Agung Katolik yang melihat kedua masalah ini sebagai peluang. (hasilnya adalah keskupan tersebut malah menghadapi problema yang berbeda. Pendeta muda dari seluruh Amerika serikat ingin bergabung karena dalam keuskupan yang satu ini para pendeta mendapat tugas sesuai dengn keterampilan yang dimilikinya yang menjadi daya tarik mereka menjadi pendeta).
Lincoln, Nebraska, 120 tahun yang lalu adalah kota pertama di wilayah Barat yang mengambil alih usaha pelayanan umum seperti usaha pelayanan transportasi umum, tenaga listrik, gas , air minum dan lain-lain, menjadi milik pemerintah kotamadya. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, dibawah pemerintahan walikota wanita, Helen Bosalis, ia mulai menswastakan usaha pelayanan seperti pengangkutan sampah,transport sekolah dan sejumlah besar kegiatan lain. Kotamadaya Lincoln menyediakan uang dan bisnis swasta mengajukan penawaran untuk mendapatkan kontrak dengan demikian terjadi penghematan yang besar dala anggaran belanja dan sekaligus berarti peningkatan yang besar dalam pelayanan.
Apa yang dilihat oleh Helen Boosalis di Lincoln adalah peluang untuk memisahkan antara “penyedia” pelayanan masyarakat dalam hal ini pemerintah dan “pemasok” pelayanan itu. Pemisahan itu memungkinkan timbulnya standar pelayanan yang tinggi maupun efisiensi, reliabilitas  dan juga biaya yang lebih murah sebagai akibat adanya persaingan.
Keempat aturan yang sudah diuraikan di atas merupakan yang sudah diuraikan di atas merupakan kebijakan dan praktek yang spesifik yang dibutuhkan oleh lembaga pelayanan  jika lembaga itu bermaksud menjadikan dirinya wiraswasta serta memiliki kemampuan untuk berinovasi. Namun, di samping itu lembaga pelayanan masyarakat perlu mengambil kebijakan dan praktek yang sangat dibutuhkan  oleh setiap organisasi yang ada dalam upaya menjadi wiraswasta, yaitu berbagai kebijakan dan praktek yang sudah dikemukakan terdahulu.

A.    Pertanyaan diskusi:
1.      Sebutkan beberapa alasan mengapa kewiraswastaan penting dalam lembaga pelayanan bukan bisnis atau lembaga pelayanan yang berorientasi pada masyarakat?
2.      Identifikasi kendala-kendala mengapa pengembangan kewiraswastaan dalam lembaga bisnis  lebih mudah ketimbang dalam lembaga pelayanan bukan bisnis?
3.      Sebutkan kebijakan kewiraswastaan dalam lembaga bukan bisnis dan jelas dengan singkat?
B.     Tugas :
Menjelang
Tentang kebijakan peningkatan pelayanan  masyarakat. Untuk memenuhi maksud ini, beberapa lembaga pelayanan yang diorganisasi oleh “pemerintah” dialihkan atau diubah menjadi swastanisasi.
Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan :
1.      Sebutkan sekurang-kurangnya dua nama instansi/organisasi lembaga pelayanan yang sebelumnya diorganisir pemerintah (baik pusat maupun daerah) diubah menjadi swastanisasi di antara lain bidang /departemen di bawah ini:
*      Pemerintahan
*      Pertanian
*      Kehutanan
*      Perdagangan
*      Listrik
*      Telepon dan Komunikasi (TELKOM)
*      Pekerjaan Umum (PU)
*      Perbankan
*      Pendidikan
Bergerak  pada jenis pelayanan apa dan apa tujuan pokoknya?

2.      Identifikasikan sebab-sebab yang melatarbelakangi pengalihan tersebut?
3.      Analisis kemungkinan pengembangan kewiraswastaan setelah lembaga pelayanan masyarakat itu diorganisir oleh pihak swasta atau lembaga bisnis?



Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

 
-->